Jumat, 19 Desember 2008

Burger King Merilis Body Spray Seharum Daging Panggang

NEW YORK. Gebrakan baru dibikin oleh Burger King. Kali ini, "home of the Whopper" ini merilis produk anyarnya. Bukan varian dari burger, melainkan body spray untuk kaum adam yang bermerek Flame. Burger King ini menggambarkan body spray ini sebagai "keharuman yang menggoda dari kobaran daging panggang". Pengharum tubuh ini dijual di New York City di gerai Ricky maupun gerai online hanya dengan banderol US$ 3,99.
Di situsnya, Burger King menjual produknya dengan menampilkan potret dari karakter rajanya (King) yang tengah terbaring tak jauh dari perapian sembari telanjang. Hanya saja, beberapa bagian tubuhnya ditutupi oleh kulit binatang.

Asal tahu saja, Burger King merupakan jaringan restoran cepat saji hamburger terbesar kedua di AS yang mengoperasikan 11.000 perusahaan dan franchise di 69 negara yang berbeda. Tahun lalu, perusahaan ini membukukan pendapatan sebesar US$ 2,3 miliar. Sebesar 60% dari pendapatannya diraup dari AS.

Tak jauh berbeda dengan pemain lain yang mengandalkan kecepatan dalam penyajiannya, Burger King juga menghadapi sejumlah tantangan. Ongkos untuk menggelindingkan bisnis ini menggelembung seiring dengan melambungnya harga bahan baku. Disamping itu, Burger King juga harys berkompetisi denganMcDonalds, Yum! Brands dan Wendys. Tak mudah bagi Burger King untuk membanderol ongkos yang bisa dijangkau oleh konsumen.

Femi Adi Soempeno AP, usatoday

Sumber: http://www.kontan.co.id/index.php/Internasional/news/5698/Burger_King_Merilis_Body_Spray_Seharum_Daging_Panggang

Kamis, 18 Desember 2008

Ekspor tempe dan tape

Saya jadi ingat kata-kata Prof. Fleet dari Australia yang dibenarkan oleh Prof. Steinkraus (penulis buku Industrialization of Indigenous Fermented Foods) 20 tahun lalu, saat beliau menjadi profesor tamu (visiting prof) di UGM, pada event "international workshop on food microbiology". Pada awal penyampaian materinya, Prof Fleet melontarkan ajakan atau himbauan yang berupa pertanyaan: "Why don't you export indonesian tempe and tape to western countries?" Mereka menyukai tempe dan tape. Sedang Indonesia mengimpor keju dan yohurt dari mereka. Satu kalimat semestinya dapat dijadikan pemicu (trigger) untuk kaum industri dan eksportir pangan indonesia asli. Sehingga komunitas barat dan komunitas kita yang ada di sana dapat menikmati produk pangan Indoensia. Tentunya, pangan yang diolah dengan pertimbangan kualitas tinggi, diproduksi dalam kondisi higien dan sanitasi terkendali, disterilisasi dengan pertimbangan eradikasi patogen, nutrisi tidak rusak, dan sifat sensoris mantap, serta dikemas dalam kemasan hermetik dan artistik. Insya Alloh C. botilinum tak dapat ampun apalagi sampai menghasilkan botulinin seperti yang dikhawatirkan oleh mba Ayusta.


Salam,

Rindit Pambayun

Jumat, 12 Desember 2008

Pelatihan Budidaya jamur di Jogja


Banyak di antara pengunjung blog ini yang menanyakan berbagai hal tentang jamur tiram, mulai dari mencari bibit hingga pemasarannya. Banyak pula yang telah memberi komentar untuk menjawab pertanyaan atau memberi informasi bahkan menjadi penyalur atau menerima kiriman jamur. Sayang tidak semua pengunjung mau membaca seluruh komentar yang isinya bahkan lebih penting dari tulisan itu sendiri, sehingga sering pertanyaan yang sama diajukan ulang.

Untuk menambah tulisan agar sedikit membantu teman-teman yang ada di Jogja dan sekitarnya maka pada tulisan ini kamu muat profil tempat pelatihan jamur dari jogja. Bagi teman-teman yang juga memiliki tempat pelatihan tentang jamur atau yang lainnya ang dapat membantu saudara-saudara kita mengembangkan usaha kami persilahkan membuat artikel pendek untuk kami muat sebagai tulisan (anggaplah sebagai media promosi) yang tidak perlu bayar.

Kali ini yang kita promosikan adalah pelatihan jamur dari Bapak Ratudjo, pria kelahiran Singojayan Yogyakarta 64 tahun lalu. Beliau tinggal di Dusun Miron Desa Pandowoharjo Sleman, 800 meter dari Jalan Magelang (perempatan Beran). Bersama istrinya beliau membuka rumah makan ”jejamuran” yang memiliki banyak penggemar.

Di belakang rumahnya ada dua kubung (rumah jamur) ukuran besar untuk percontohan budidaya jamur. Disebelahnya ada ruang untuk melakukan pembibitan.

Usaha beliau semula adalah prmbibitan jamur. Agar usahanya laku maka beliau membuat percontohan budidaya. Setelah banyak petani yang melakukan budidaya beliau melihat petani kesulitan dalam pemasaran, harga lebih ditentukan oleh tengkulak sehingga petani sering rugi. Lalu beliau membuka usaha rumah makan untuk menampung hasil budidaya petani sekitar.

Tempat pelatihan beliau adalah Pusat Pendidikan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Volva Indonesia. Di tempat sahanya selain dilakukan pelatihan pembibitan, budidaya juga pasca panen.

Anda berminat?